Renungan Pagi “Kabar
Baik Dari Patmos” 18 Februari 2013
"HENDAKLAH ENGKAU SETIA SAMPAI MATI, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan….BARANGSIAPA MENANG, IA TIDAK AKAN MENDERITA APA-APA OLEH KEMATIAN YANG KEDUA” (Wahyu 2:10,11).
Policarpus adalah
kepala gereja Smirna sekitar tahun 155 M.
Kumpulan orang banyak di stadion geger karena penangkapannya. Tetapi saat polisi tiba di pondoknya untuk
menangkapnya, dia malah menjamu mereka, mohon waktu satu jam untuk berdoa
sebelum membawanya. Para opsir kagum dengan kemurahan hatinya dan sedih karena
mereka harus menangkapnya. Saat dia
berjalan menuju stadion diiringi sorak-sorai orang banyak, ada suara dari surga
mengatakan, “Kuatkan hatimu, Policarpus, dan jalani nasibmu.”
Gubernur, karena
rasa hormatnya kepada usianya, berusaha membujuk Policarpus untuk menghindari
kematian dengan menawarkan jalan keluar yang simpel, “Yang perlu kaulakukan
hanyalah mengatakan, ‘Enyahlah para ateis.”
“Orang banyak menggunakan kalimat itu kepada orang-orang Kristen,
menyebut mereka ateis. Policarpus
melambaikan tangannya kearah kerumunan orang kafir dan mengatakan, “Enyahlah
para ateis.” Tidak puas, gubernur
mengatakan, “Kutukilah Kristus, maka aku akan membebaskan engkau.”
“Delapan puluh
enam tahun aku telah melayani Dia dan Dia tidak melakukan kesalahan apa pun
terhadapku,”jawab sang kepala gereja. “Bagaimana
aku bisa menghujat Raja yang telah menyelamatkan aku?” Ketika gubernur
mengancam akan membakarnya , Policarpus menjawab, Engkau mengancam aku dengan
api yang menyala selama satu jam saja, karena engkau tidak tahu tentang api
penghakiman yang akan membakar orang-orang yang tidak taat. Tetapi untuk apa kita menunda-nunda ?
Laksanakan saja keinginanmu!”
Ketika mereka
ingin memakukan Policarpus di tiang, dia berkata, “Biarkan aku begini. Dia yang akan menolongku bertahan dari api
juga akan menolongku untuk tetap berada di sini, bahkan tanpa paku.” Ketika mereka menyalakan api, api itu
membentuk kubah sekelilingnya, tampak seperti perapian. Sang kepala gereja berdiri di
tengah-tengahnya, tak tersentuh api.
Kumpulan orang banyak, tak sanggup menerima kekalahan mereka membunuhnya
dengan belati. Policarpus pun mati
karena imannya.
Ancaman kematian
bagi orang-orang Kristen bukan masalah dalam dunia dewasa ini. Mudah menganggap bahwa cerita-cerita seperti
ini tidak relevan dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama jika kita hidup
nyaman di komplek-komplek perumahan.
Kemartiran saudara-saudari kita di masa lalu, bahkan di masa kini
menentang kita untuk memperhitungkan seberapa besar iman kita. Bagaimanakah sikap kita jika ditempatkan
dalam situasi yang sama ? Dapatkah iman
kita bertumbuh dan matang tanpa tantangan seperti itu ? Seberapa besarkah Yesus
benar-benar berharga bagi kita ?
Tuhan, tolonglah aku menghitung harga
iman. Aku ingin menerima tantangan kecil
saat ini agar aku dapat menghadapi apa yang tersedia bagiku
Posting Komentar