“Aku, Yohanes, SAUDARA DAN
SEKUTUMU DALAM KESUSAHAN, DALAM KERAJAAN DAN DALAM KETEKUNAN MENANTIKAN YESUS, …..(Wahyu
1:9)
Sangat mudah berkomentar tentang
penderitaan orang lain ketika Anda belum pernah mengalami apa yang telah mereka
alami. Saya ingat seorang guru yang
istri tercintanya sedang sekarat karena kanker.
Saya terpesona atas kemurahan hatinya kepada setiap siswa meskipun
sedang menanggung beban yang dia bawa ke sekolah setiap hari. Kekuatan hidupnya dan cara pandangnya tentang
cinta, pernikahan, dan penderitaan dalam kehidupan seorang Kristen menggugah
hati saya. Saya berharap bisa
meneladaninya.
Keadaan semakin memburuk. Makin jarang kami bertemu dengan guru kami
itu karena dia makin sering harus merawat istrinya yang semakin memburuk. Sesekali dia mengizinkan kami “mengintip”
melalui sikap tegarnya dan merasakan penderitaan yang dia dan istrinya
rasakan. Saat pemakaman merupakan momen
melankolis di mana kami semua memeluk guru kami tercinta di dalam penderitaan
emosional dan spiritualnya. Orang yang
begitu sering mengangkat kami di dalam kesulitan kami sekarang sedang
membutuhkan dukungan kami. Didorong oleh
cinta dan kekaguman kepada pria ini, saya ingin melakukan atau mengatakan
sesuatu yang bisa menolong. Dalam benak
saya, saya baru melayani tujuh tahun, saya memikirkan semua hal brilian yang
dapat saya katakan di pemakaman. Namun,
saya belum pernah sampai saat itu, kehilangan orang yang paling dekat dengan
saya. Bibi, paman, dan orangtua saya
masih hidup, dan saya jauh dari kakek nenek saya.
Satu hari saya mengunjungi guru
saya itu dan menyampaikan beberapa pemikiran teologis, berharap itu akan
membantunya. Tanggapannya membuat saya
terpana. Hanya kali itulah saya
menyaksikan ia benar-benar marah. “Jangan
pernah melakukan hal itu kepada siapa pun lagi!” katanya. “Tidak ada teologi yang bernilai
sekarang. Anda tidak mengerti artinya
kehilangan istri, dan kata-kata Anda hanya membuat keadaan lebih buruk. Jika tanah terbelah saat itu, saya akan
melompat masuk ke dalamnya!”
Hanya mereka yang telah
benar-benar menderita tahu bagaimana menghibur penderitaan. Yohanes tahu apa yang mereka telah lalui dari
pengalamannya sendiri. Mereka yang
mengalami penderitaan atau penganiayaan sering bersatu dengan sesama menderita
melalui cara-cara tertentu melampaui semua hambatan. Ras, budaya, dan perbedaan kelompok agama
hanya masalah kecil ketika mengalami perlawanan dari orang-orang pembenci
Injil. Mengetahui bahwa orang lain dapat
merasakan yang telah kita alami, memiliki kekuatan penyembuhan bagi diri kita
sendiri. Dan melalui apa yang telah kita
alami, kita belajar bagaimana melayani orang lain yang sedang menderita.
Posting Komentar