KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU MELIHAT : Sesunnguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya : Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini” (Wahyu 4:1).
Pemandangan Wahyu 4 dan 5 adalahsatu yang paling dramatis dalam Alkitab. Bahkan lebih luar biasa dalam bahasa aslinya dibandingkan dalam terjemahannya. Saya belum pernah membaca ayat ini dalam Bahasa Yunani tanpa air mata menggenangi mata karena suatu penggambaran yang luar biasa menggetarkan pikiran saya, ketika saya membayangkan bagaimana rasanya beribadah di surga. Adegan dimulai dengan perlahan-lahan, tetapi kemudian makin lama semakin keras, hingga seluruh alam semesta bersatu dalam paduan suara besar menggemakan pujian kepada Anak Domba serta Dia yang duduk di atas takhta (Why. 5: 11-14). Adegan berakhir saat keempat mahkluk mengucapkan kata “Amin” yang diikuti oleh keheningan yang sunyi- senyap.
Bahaya yang dihadapi para pembaca saat membaca ayat seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan untuk terlalu terfokus pada detail-detailnya sehingga melewatkan tujuan utamanya. Tujuannya adalah menggambarkan kebesaran ruang takhta surgawi, kebesaran Allah, dan dengan demikian, kebesaran Anak Domba yang telah tersembelih. Pada takhta Allah seluruh kekuasaan dan kemuliaan dunia terlihat seperti debu. Ketika kita dapat melihat sekilas pintu gerbang surga yang terbuka, sangat tidak dimengerti mengapa kita takut kepada kekuatan dunia atau bahkan kepada seseorang khususnya. Pasal ini mengundang kita untuk membuang semua intimidasi dunia ke dalam bayangan kekuasaan Allah yang lebih besar dan lebih mulia, dan mengakui Allah sebagia yang layak untuk disembah. Bila kita sungguh mengenal Allah, kita akan mengerti apa sebenarnya arti sebuah peribadatan sejati itu.
Itulah pesan yang perlu saya dengar. Sering saya membiarkan manusia lain menjauhkan jalan saya dari jalan yang Tuhan igin agar saya tempuh. Seorang atasan pernah menggunakan suatu teknik pemerasan, dengan maksud saya mengkompromikan integritas saya untuk mempertahankan pekerjaan saya. Kesempatan lain, pengaruh seorang guru yang saya kagumi membuaat saya mempertanyakan pengajaran-pengajaran Alkitab yang sudah sangat jelas. Bisakah Anda mengerti mengapa saya bertekuk lutut dalam situasi semacam ini ? Dapatkah Anda menangkap kekuatan intimidasi serta daya tarik manusia yang begitu sering mengalihkan perhatian kita dari rencana Allah dalam kehidupan kita ? Dengan mengenang ruang takhta surgawi, kita bisa merespons dalam satu cara : Bertobat, tunduk, dan mengakui Dia Satu-satunya yang pantas disembah.
Tuhan, aku merasa ditegur setiap kali aku mengkompromikan hati nuraniku untuk menyenangkan manusia. Hari ini aku memilih untuk bertobat dan mengikuti hanya Engkau saja.
Pemandangan Wahyu 4 dan 5 adalahsatu yang paling dramatis dalam Alkitab. Bahkan lebih luar biasa dalam bahasa aslinya dibandingkan dalam terjemahannya. Saya belum pernah membaca ayat ini dalam Bahasa Yunani tanpa air mata menggenangi mata karena suatu penggambaran yang luar biasa menggetarkan pikiran saya, ketika saya membayangkan bagaimana rasanya beribadah di surga. Adegan dimulai dengan perlahan-lahan, tetapi kemudian makin lama semakin keras, hingga seluruh alam semesta bersatu dalam paduan suara besar menggemakan pujian kepada Anak Domba serta Dia yang duduk di atas takhta (Why. 5: 11-14). Adegan berakhir saat keempat mahkluk mengucapkan kata “Amin” yang diikuti oleh keheningan yang sunyi- senyap.
Bahaya yang dihadapi para pembaca saat membaca ayat seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan untuk terlalu terfokus pada detail-detailnya sehingga melewatkan tujuan utamanya. Tujuannya adalah menggambarkan kebesaran ruang takhta surgawi, kebesaran Allah, dan dengan demikian, kebesaran Anak Domba yang telah tersembelih. Pada takhta Allah seluruh kekuasaan dan kemuliaan dunia terlihat seperti debu. Ketika kita dapat melihat sekilas pintu gerbang surga yang terbuka, sangat tidak dimengerti mengapa kita takut kepada kekuatan dunia atau bahkan kepada seseorang khususnya. Pasal ini mengundang kita untuk membuang semua intimidasi dunia ke dalam bayangan kekuasaan Allah yang lebih besar dan lebih mulia, dan mengakui Allah sebagia yang layak untuk disembah. Bila kita sungguh mengenal Allah, kita akan mengerti apa sebenarnya arti sebuah peribadatan sejati itu.
Itulah pesan yang perlu saya dengar. Sering saya membiarkan manusia lain menjauhkan jalan saya dari jalan yang Tuhan igin agar saya tempuh. Seorang atasan pernah menggunakan suatu teknik pemerasan, dengan maksud saya mengkompromikan integritas saya untuk mempertahankan pekerjaan saya. Kesempatan lain, pengaruh seorang guru yang saya kagumi membuaat saya mempertanyakan pengajaran-pengajaran Alkitab yang sudah sangat jelas. Bisakah Anda mengerti mengapa saya bertekuk lutut dalam situasi semacam ini ? Dapatkah Anda menangkap kekuatan intimidasi serta daya tarik manusia yang begitu sering mengalihkan perhatian kita dari rencana Allah dalam kehidupan kita ? Dengan mengenang ruang takhta surgawi, kita bisa merespons dalam satu cara : Bertobat, tunduk, dan mengakui Dia Satu-satunya yang pantas disembah.
Tuhan, aku merasa ditegur setiap kali aku mengkompromikan hati nuraniku untuk menyenangkan manusia. Hari ini aku memilih untuk bertobat dan mengikuti hanya Engkau saja.
Posting Komentar