"Segera aku dikuasai Roh dan lihatlah, SEBUAH TAKHTA TERDIRI DI SORGA, dan di takhta itu duduk Seseorang" (Wahyu 4:2).
Salah satu hal pokok dalam setiap kunjungan ke Istanbul, Turki, adalah kesempatan berjalan mengelilingi Istana Topkapi, istana sultan yang terkenal terletak di sebuah bukit memandang ke arah Bosporus dan Tanduk Emas. Saya khususnya sangat menyenangi sebuah kunjungan ke istana museum di mana harta benda sultan dipamerkan. Satu bagian yang tak terlupakan adalah ketika melihat takhta sultan diperlihatkan. Saya belum pernah melihat takhta sebelumnya, dan yang satu ini mengejutkan saya. Bentuknya kira-kira seperti tempat duduk yang besar, tinggi, dengan bantalan yang nyaman.
Biasanya takhta berbentuk seperti kursi biasa dengan sandaran tangan, tetapi takhta yang saya lihat bentuknya lebih luas. Lalu saya teringat ayat ini: "Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya" (Why. 3:21). Melihat gambaran ini sudah pasti takhta Allah tidak hanya selebar kursi biasa, tapi besar dan luas. Yesus telah menerima segalanya yang dilambangkan takhta itu, dan menawarkan takhta itu bagi mereka yang menang dalam pertandingan iman.
Kalau kita baca Wahyu 4 dengan hati-hati, kita menemukan bahwa "takhta" adalah kata kunci di seluruh pasal. Kata ini muncul sebanyak 12 kali dalam pasal ini, dan pusat serta fokus segala peristiwa. Segala sesuatu yang terjadi di ruang takhta surga ternyata selalu berhubungan dengan takhta. Serangkaian kata depan menandakan berbagai tindakan. Hal-hal yang terjadi "seputar" takhta, "di atas" takhta, "keluar dari" takhta, "di hadapan" takhta, "di tengah-tengah" takhta, dan "di sebelah kanan" takhta. Sebagai kata kunci dari pasal ini, takhta mewakili tema sentral segala sesuatu yang terjadi di dalamnya.
Sebenarnya apakah takhta itu, dan apakah yang dilambangkannya? Sebuah takhta menunjukkan hak untuk memerintah. Orang yang duduk di atas takhta memiliki otoritas untuk memerintah sebuah daerah, sebuah bangsa, atau apa pun yang terdiri dari sekelompok orang. Karena takhta terletak di tengah-tengah, maka isu kunci dari pasal ini ialah bahwa Tuhan memiliki hak untuk memerintah dan otoritas itu berlaku di surga. Kitab Wahyu sering menghubungkan kata "takhta" dengan Allah. Hal itu juga dapat diaplikasikan kepada Setan dan para pengikutnya (Why. 2:13; 13:2). Karena takhta berada di tengah, maka pasal ini menuliskan suatu perkembangan yang menentukan dalam konflik antara Tuhan dan Setan, yang memperebutkan alam semesta. Wahyu 4 dan 5 menggambarkan suatu peristiwa yang penting sekali dalam perang, sehingga kematian Anak Domba Allah akan menghasilkan pujian bagi Tuhan.
Tuhan, aku percaya bahwa Engkau memiliki hak untuk memerintah hidupku tiap hari. Biarlah kiranya keputusanku dan tindakanku hari ini setuju dengan kehendak Allah dalam hidupku.
Salah satu hal pokok dalam setiap kunjungan ke Istanbul, Turki, adalah kesempatan berjalan mengelilingi Istana Topkapi, istana sultan yang terkenal terletak di sebuah bukit memandang ke arah Bosporus dan Tanduk Emas. Saya khususnya sangat menyenangi sebuah kunjungan ke istana museum di mana harta benda sultan dipamerkan. Satu bagian yang tak terlupakan adalah ketika melihat takhta sultan diperlihatkan. Saya belum pernah melihat takhta sebelumnya, dan yang satu ini mengejutkan saya. Bentuknya kira-kira seperti tempat duduk yang besar, tinggi, dengan bantalan yang nyaman.
Biasanya takhta berbentuk seperti kursi biasa dengan sandaran tangan, tetapi takhta yang saya lihat bentuknya lebih luas. Lalu saya teringat ayat ini: "Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya" (Why. 3:21). Melihat gambaran ini sudah pasti takhta Allah tidak hanya selebar kursi biasa, tapi besar dan luas. Yesus telah menerima segalanya yang dilambangkan takhta itu, dan menawarkan takhta itu bagi mereka yang menang dalam pertandingan iman.
Kalau kita baca Wahyu 4 dengan hati-hati, kita menemukan bahwa "takhta" adalah kata kunci di seluruh pasal. Kata ini muncul sebanyak 12 kali dalam pasal ini, dan pusat serta fokus segala peristiwa. Segala sesuatu yang terjadi di ruang takhta surga ternyata selalu berhubungan dengan takhta. Serangkaian kata depan menandakan berbagai tindakan. Hal-hal yang terjadi "seputar" takhta, "di atas" takhta, "keluar dari" takhta, "di hadapan" takhta, "di tengah-tengah" takhta, dan "di sebelah kanan" takhta. Sebagai kata kunci dari pasal ini, takhta mewakili tema sentral segala sesuatu yang terjadi di dalamnya.
Sebenarnya apakah takhta itu, dan apakah yang dilambangkannya? Sebuah takhta menunjukkan hak untuk memerintah. Orang yang duduk di atas takhta memiliki otoritas untuk memerintah sebuah daerah, sebuah bangsa, atau apa pun yang terdiri dari sekelompok orang. Karena takhta terletak di tengah-tengah, maka isu kunci dari pasal ini ialah bahwa Tuhan memiliki hak untuk memerintah dan otoritas itu berlaku di surga. Kitab Wahyu sering menghubungkan kata "takhta" dengan Allah. Hal itu juga dapat diaplikasikan kepada Setan dan para pengikutnya (Why. 2:13; 13:2). Karena takhta berada di tengah, maka pasal ini menuliskan suatu perkembangan yang menentukan dalam konflik antara Tuhan dan Setan, yang memperebutkan alam semesta. Wahyu 4 dan 5 menggambarkan suatu peristiwa yang penting sekali dalam perang, sehingga kematian Anak Domba Allah akan menghasilkan pujian bagi Tuhan.
Tuhan, aku percaya bahwa Engkau memiliki hak untuk memerintah hidupku tiap hari. Biarlah kiranya keputusanku dan tindakanku hari ini setuju dengan kehendak Allah dalam hidupku.
Posting Komentar