Penciptaan dan Moralitas
Sabat Petang
BACA UNTUK PELAJARAN PEKAN INI: Kej. 2:16, 17; Kej. 1:26-28; Yak. 3:9; Kis. 17:26; Ams. 14:31; Mat. 5:44-48; Why. 20:11-13.
AYAT HAFALAN: "Lalu TUHAN Allah
memberi perintah ini kepada manusia: 'Semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari
engkau memakannya, pastilah engkau mati'" (Kejadian 2:16, 17).
Orang senang berbicara tentang "hak
asasi manusia." Dari Magna Carta (1215) sampai dengan Deklarasi
Perancis tentang hak Asasi Manusia dan Warga Negara (1789) hingga
berbagai deklarasi PBB, gagasan dikemukakan bahwa manusia memiliki "hak
asasi" tertentu, hak yang tak seorang pun berhak mengambilnya dari kita.
Hak-hak tersebut adalah milik kita karena kita manusia (setidaknya
begitulah teori itu).
Pertanyaannya adalah: Apakah hak-hak
tersebut? Bagaimanakah kita menentukan hak-hak itu? Dapatkah hak ini
berubah, dan jika ya, bagaimana? Mengapa kita, sebagai manusia, harus
memiliki hak-hak tersebut?
Di beberapa negara, misalnya,
perempuan tidak diberi "hak" untuk memilih hingga abad kedua puluh
(beberapa negara masih menolaknya). Walau demikian, bagaimanakah
pemerintah dapat memberikan kepada masyarakat sesuatu yang merupakan
"hak asasi" mereka?
Pertanyaan yang sulit, dan jawabannya
tak dapat dipisahkan dari pertanyaan tentang asal-usul manusia, kajian
untuk pelajaran pekan ini.
*Pelajari pelajaran pekan ini untuk persiapan Sabat, 2 Februari.
Minggu 27 Januari
KETERGANTUNGAN KITA PADA SANG PENCIPTA
Kejadian 2:7 menggambarkan Allah
menciptakan Adam secara individu, dan menjadikan dia makhluk moral yang
cerdas bukan seperti binatang. Ayat itu tidak mengatakannya, tetapi
orang bisa membayangkan Allah menggunakan tangan-Nya untuk membentuk
debu ke dalam bentuk dan ukuran yang dimaksudkan. Orang mungkin berpikir
bahwa Penguasa besar alam semesta tidak akan membungkuk untuk
mengotorkan tangan-Nya dalam pembuatan manusia, tetapi Alkitab
menyatakan Sang Pencipta itu terlibat akrab dengan ciptaan. Alkitab
mencatat banyak kesempatan ketika Allah rela berinteraksi dengan benda
ciptaan. Contohnya termasuk Keluaran 32:15, 16; Lukas 4:40, dan Yohanes
9:6. Memang, inkarnasi Kristus kepada kemanusiaan, kepada tubuh
manusia, di mana Dia dari hari ke hari berinteraksi dengan dunia ciptaan
sebagaimana halnya kita, membantah gagasan bahwa Tuhan tidak akan
membungkuk untuk "mengotori tangan-Nya" di antara umat manusia.
Baca Kejadian 2:16, 17. Apakah perintah yang Allah berikan kepada Adam? Apakah yang tersirat dalam perintah ini?
__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Kita mungkin bertanya: Apakah hak
Allah untuk membuat aturan bagi Adam dan Hawa? Bandingkan situasi ini
dengan seorang anak dalam sebuah keluarga. Orangtua anak ini
menyediakan rumah dan semua kebutuhan hidup anak ini. Mereka mencintai
anak ini dan memikirkan yang terbaik baginya. Pengalaman dan
kebijaksanaan mereka yang lebih besar akan dapat menghindarkan anak ini
dari banyak penderitaan jika anak ini mau menerima bimbingan mereka.
Beberapa anak menemukan bahwa petunjuk ini sulit, tetapi secara umum
diakui bahwa selama anak menggantungkan kebutuhannya pada orangtua, ia
wajib meneriam aturan dari orangtua. Demikian pula, karena kita selalu
menggantungkan hidup dan kebutuhan kita pada Bapa surgawi, maka
pantaslah bagi kita untuk menerima bimbingan Allah. Karena Dia adalah
Allah kasih, kita dapat mempercayai-Nya untuk selalu memberikan apa yang
kita butuhkan untuk kebaikan kita sendiri.
Baca Mazmur 95:6, 7 dan Mazmur
100. Bagaimanakah pemazmur mengungkapkan ketergantungan kita pada
Allah? Apakah kewajiban yang secara otomatis ditanggungkan pada Anda
karena ketergantungan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan cara di
mana Anda memperlakukan orang lain?
Senin 28 Januari
MENURUT GAMBAR ALLAH
Baca Kejadian 1:26-28. Kedudukan khusus apakah yang diberikan kepada manusia, sesuatu yang tidak diberikan kepada hewan?
____________________________________________________________________________________________________________
Apakah sebenarnya "gambar
Allah" itu? Pertanyaan ini telah menimbulkan banyak diskusi, dan
pendapat bervariasi. Tapi ayat-ayat tersebut memberikan beberapa
petunjuk mengenai sifat dasar dari ide itu. Pertama, perhatikan bahwa
dibuat menurut gambar Allah itu menyiratkan bahwa kita menyerupai Tuhan
dalam beberapa hal tertentu. Salah satu aspek penting dari gambar Allah
adalah bahwa Allah memberikan kepada manusia kekuasaan atas makhluk
lainnya. Karena Allah berdaulat atas semua, sehingga Ia telah
menetapkan untuk manusia bagian dari kedaulatan dengan memberikan mereka
kekuasaan atas ikan, burung, dan hewan darat.
Perhatikan juga, bahwa Allah
bertujuan untuk menjadikan manusia menurut gambar "kita"---yaitu, suatu
gambaran yang mencakup pluralitas Keallahan. Lalu Ia membuat manusia
laki-laki dan perempuan. Gambar Allah tidak sepenuhnya terungkap dalam
seorang individu tetapi dalam hubungan. Sebagaimana Keallahan terwujud
dalam tiga Pribadi dalam hubungan, demikian juga gambar Allah pada
manusia dinyatakan dalam hubungan pria dan wanita. Kemampuan untuk
membentuk hubungan adalah bagian dari gambar Allah. Tentu saja hubungan
berarti tanggung jawab dan pertanggungjawaban, yang berarti moralitas.
Oleh karena itu, di sini kita diberi petunjuk kuat bagaimana moralitas
menemukan dasar dalam kisah penciptaan.
Baca Kejadian 9:6 dan Yakobus 3:9.
Bagaimanakah gagasan bahwa manusia dijadikan menurut "gambar Allah"
jelas terkait dengan konsep moralitas?
____________________________________________________________________________________________________________
Manusia telah bergumul selama
ribuan tahun dengan pertanyaan tentang moralitas. Bahkan sebelum orang
masuk ke dalam jenis moralitas yang benar, keseluruhan gagasan moralitas
itu sendiri menimbulkan sejumlah persoalan mendalam. Mengapa manusia,
berbeda dengan kumbang, kutu, bahkan simpanse, memiliki kesadaran moral,
suatu konsep yang membedakan antara benar dan salah? Bagaimanakah
makhluk-makhluk, yang terbuat dari materi tak bermoral (partikel kecil
pembentuk atom, partikel tak berukuran, elektron, dan sebagainya)
menyadari konsep moral? Jawabannya dapat ditemukan di pasal-pasal awal
Alkitab, yang mengungkapkan manusia sebagai makhluk moral yang
diciptakan "menurut gambar Allah."
Selasa 29 Januari
BERASAL DARI SATU DARAH
Dalam Kejadian 2:23, Adam
diberi tugas memberi nama kepada istrinya, yang dinamainya Hawa. Kata
ini berkaitan dengan kata kerja Ibrani hayah, yang berarti "hidup" (Orang Yahudi kadang-kadang menggunakan ekspresi terkait lehayim, "hidup!"). Kata Ibrani untuk "Hawa" (Havah) dapat
diterjemahkan sebgai pemberi hidup. Nama Hawa menggambarkan fakta
bahwa dia adalah nenek moyang semua manusia. Kita semua adalah satu
keluarga dalam arti yang paling harfiah.
Baca Kisah 17:26. Bagaimanakah Paulus menghubungkan persaudaraan seluruh umat manusia kepada penciptaan? Bandingkan dengan Mat. 23:9.
Kita menjadi satu karena kita semua
keturunan dari seorang wanita, Hawa, dan dari seorang pria, Adam. Dan
Allah adalah Bapa kita semua. Fakta ini adalah dasar dari kesetaraan
manusia. Pikirkan betapa berbedanya hubungan manusia jika semua orang
menghargai kebenaran penting ini. Jika kita pernah memerlukan bukti
tentang seberapa jauh kita jatuh, dari betapa jahatnya dosa telah
menghancurkan kita, bukti itu dapat kita peroleh dalam kenyataan yang
menyedihkan bahwa manusia sering memperlakukan satu sama lain lebih
buruk daripada beberapa orang memperlakukan hewan.
Baca Amsal 14:31 dan 22:2.
Bagaimanakah ayat-ayat ini membantu kita untuk memahami hubungan antara
moralitas dan fakta bahwa kita diciptakan oleh Allah?
Banyak faktor yang telah
memisahkan umat manusia: politik, nasional, etnis, dan ekonomi. Tentu
saja faktor ekonomi, merupakan salah satu yang paling mempengaruhi
(meskipun tidak pernah samapai ke tingkat yang diharapkan Karl Marx:
para pekerja dunia tak pernah bersatu, malahan mereka berperang satu
sama lain berdasarkan kebangsaan mereka). Dewasa ini, seperti biasa,
orang miskin dan orang kaya sering memandang satu sama lain dengan
kecurigaan dan penghinaan. Betapa sering sentimen ini telah
menyebabkan kekerasan, bahkan perang. Penyebab kemiskinan dan solusi
untuk itu masih terus membingungkan kita ( lihat Mat. 26:11). Tetapi
satu hal yang pasti dari Firman Allah: kaya atau miskin, kita semua
pantas mendapatkan martabat yang adalah milik kita berdasarkan asal-usul
kita.
Bertahun-tahun yang lalu, setelah
Darwinisme menjadi idola, beberapa orang membenarkan eksploitasi orang
miskin oleh orang kaya dengan alasan "Darwinisme sosial," gagasan yang
mengatakan bahwa, oleh karena di alam ini, yang kuata menguasai dan
menekan yang lemah, mengapa prinsip yang sama tidak diterapkan di bidang
ekonomi? Bagaimanakah contoh lain tentang pengertian yang benar
mengenai asal-usul ini sangat penting untuk memahami moralitas?
Rabu 30 Januari
KARAKTER PENCIPTA KITA
Allah menciptakan kita menurut
gambar-Nya, yang antara lain berarti bahwa Dia bermaksud agar kita
serupa dengan Dia dalam karakter. Artinya, kita harus menjadi seperti
Dia, sedapat mungkin secara manusia (perhatiakn, untuk menjadi seperti
Allah tidaklah sama dengan bercita-cita menjadi Allah, ini amat
berbeda). Agar kita menjadi seperti Allah, dalam arti bahwa kita
memantulkan karakter-Nya, kita harus memiliki pemahaman yang tepat
tentang apa karakter itu.
Baca Matius 10:44-48. Apakah yang
diungkapkan ayat-ayat ini yang tidak hanya tentang karakter Allah
tetapi juga tentang bagaimana kita harus memantulkan karakter-Nya dalam
hidup kita sendiri?
____________________________________________________________________________________________________________
Baca Lukas 10:29-37. Sekali lagi,
apakah yang diungkapkan ayat ini tentang karakter Allah dan bagaimanakah
hal itu harus tercermin dalam kemanusiaan? Lihat juga Flp. 2:1-8.
____________________________________________________________________________________________________________
Cerita yang Yesus ceritakan
melibatkan dua orang yang berasal dari dua kelompok berbeda, yang saling
bermusuhan satu sama lain. Tetapi Yesus menunjukkan bahwa mereka itu
bersaudara. Masing-masing berada dalam lingkungan tanggung jawab
sesamanya, dan Allah senang bila mereka mengesampingkan perbedaan mereka
dan memperlakukan sesamanya dengan kebaikan dan kasih sayang.
Sungguh perbedaan terlihat antara
prinsip-prinsip kerajaan Allah dan prinsip-prinsip pemerintahan Setan.
Allah memanggil yang kuat untuk memelihara yang lemah, sedangkan
prinsip Setan menyerukan agar yang lemah disingkirkan oleh yang kuat.
Allah menciptakan dunia dengan hubungan yang damai, tetapi Setan telah
menyimpangkannya secara menyeluruh sehingga banyak yang menganggap
kelangsungan hidup dari yang terkuat sebagai standar normal perilaku.
Jika proses kejam dari seleksi alam (di mana yang kuat mengalahkan yang
lemah) adalah cara di mana kita menjadi ada, mengapa kita harus
berbeda? Jika kita menerima pandangan ini, apakah kita tidak mengikuti
Allah dan perintah-perintah alam sebagaimana yang Dia tetapkan, ketika
kita mendahulukan kepentingan kita sendiri dengan mengorbankan yang
kurang "terseleksi secara alam?"
Apakah cara-cara lain di mana Anda
dapat melihat bagaimana pemahaman tentang asal-usul kita dapat
mempengaruhi konsep moral kita?
Kamis 31 Januari
MORALITAS DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Dalam pelajaran sebelumnya, kita membahas tentang khotbah Paulus kepada orang-orang di Athena (Kis. 17:16-31). Ikuti
alur penalaran yang ia gunakan, jangan hanya perhatikan di mana ia
mulai tapi perhatikan juga di mana ia berakhir. Apakah yang sangat
penting tentang kesimpulan yang ia ambil, khususnya mengenai pertanyaan
tentang asal-usul dan moralitas?
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Khotbah Paulus kepada
orang-orang Athena mulai dengan penciptaan dan berakhir dengan
penghakiman. Menurut Paulus, Allah yang menciptakan dunia dan segala
isinya telah menentukan suatu hari di mana Dia akan menghakimi dunia.
Dikaruniai dengan moralitas itu juga termasuk pertanggungjawaban, dan
kita masing-masing akan bertanggung jawab atas tindakan dan kata-kata
kita (lihat Pkh. 12:14 dan Mat. 12:36, 37).
Baca Wahyu 20:11-13 dan
Matius 25:31-40. Apakah yang diajarkan dengan jelas dalam ayat ini yang
secara langsung terkait dengan moralitas?
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Setiap orang yang pernah hidup
akan bertemu bersama-sama di hadapan Allah untuk menghadapi
penghakiman. Perbedaan antara kedua kelompok dalam perumpamaan Yesus
adalah perihal bagaimana tiap-tiap orang memperlakukan orang-orang yang
berkekurangan. Pencipta menaruh perhatian pada cara makhluk ciptaan-Nya
memperlakukan satu sama lain, terutama orang-orang lemah yang
membutuhkan pertolongan. Tidak ada tempat di surga bagi prinsip seleksi
alam, itu bertentangan dengan tabiat Allah yaitu damai sejahtera.
Jika Alkitab mengajarkan sesuatu, itu
adalah bahwa keadilan yang sangat kurang dalam dunia ini suatu hari
akan dihukum oleh Allah sendiri. Lebih daripada itu, seluruh ide
tentang penghakiman mencakup suatu tatanan moral: mengapa Allah
menghakimi, apalagi menghukum, jika tidak ada standar moral yang orang
bisa pegang?
Pikirkanlah realitas dan kepastian
penghakiman. Lalu mengapa, Injil dan janji keselamatan dalam Kristus
itu sangat penting agar kita memiliki jaminan dalam penghakiman itu?
Jumat 1 Februari
PENDALAMAN: Menurut Alkitab, Adam
adalah manusia pertama dan diciptakan secara khusus oleh Allah dari
debu. Pemahaman kita tentang asal-usul moralitas ditemukan pada
asal-usul Adam. Maka, konsep Alkitab tentang moralitas, tidak dapat
dipisahkan dari konsep Alkitabiah tentang asal-usul.
Mengakui Adam sebagai manusia pertama
juga menyangkal kemungkinan bahwa fosil apa pun juga leluhurnya adalah
Adam atau manusia lainnya. Lalu dari manakah fosil-fosil ini datang?
Ada beberapa kemungkinan.
Pertama, fosil mirip manusia mungkin
terbentuk dari manusia dengan kecerdasan normal tetapi dengan pola
pertumbuhan tidak seperti manusia masa kini. Kemungkinan kedua adalah
bahwa fosil-fosil itu mungkin telah merosot, karena gaya hidup mereka
sendiri atau tekanan lingkungan atau faktor lainnya. Kemungkinan ketiga
adalah bahwa fosil-fosil itu mungkin merupakan hasil dari upaya
langsung dari Setan untuk merusak ciptaan dengan cara yang kita tidak
mengerti. Kemungkinan lain adalah bahwa fosil-fosil itu bukan manusia
tetapi hanya serupa dalam morfologi. Orang berbeda mungkin lebih suka
penjelasan yang berbeda tapi, karena kita tidak memiliki bukti langsung
untuk menyelesaikan masalah ini, yang terbaik adalah menghindari
kefanatikan dalam spekulasi-spekulasi kita. Fosil tidak muncul dengan
label yang berbunyi, "Buatan China 500 juta tahun yang lalu" atau
sejenisnya. Pemahaman kita tentang sejarah bumi yang sangat bervariasi
di antara para ilmuwan, menyediakan suatu kerangka acuan di mana kita
menafsirkan fosil, tetapi kita tidak memiliki bukti akan penafsiran
kita. Semua itu pada akhirnya, hanyalah interpretasi, tidak lebih.
PERTANYAAN UNTUK DIDISKUSIKAN:
1 Pikirkanlah impkikasi perihal apa
artinya jika tidak ada Pencipta yang memberlakukan tatanan moral pada
umat manusia. Dari manakah konsep-konsep moral berasal? Banyak orang
yang tidak percaya pada Tuhan namun demikian berpegang teguh pada
beberapa standar moral yang ketat. Atas dasar apakah, selain Allah,
seseorang dapat mengembangkan aturan moral? Apakah beberapa skenario
yang mungkin muncul bersamaan dengan itu? Namun, apakah yang menjadi
kelemahan paling pokok dari semuanya itu?
2 Bagaimanakah pandangan kita
tentang penciptaan menginformasikan pendapat kita mengenai isu-isu
terkini seperti eutanasia, kloning, aborsi, dan lain-lain?
3 Seorang warga setempat yang
merelakan waktu untuk bertamasya di kamp konsetrasi Nazi Dachau memulai
tur itu dengan membicarakan teori Charles Darwin yaitu evolusi, yang
menyiratkan bahwa teori Darwinlah yang menyebabkan Dachau dan
sejenisnya. Apakah logika yang jelas dari garis penalaran itu? Dalam
hal apakah kemungkinan itu cacat?
Posting Komentar